BANK SYARIAH
MAKALAH
Untuk
memenuhi tugas matakuliah
Bank
dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
Yang
dibina oleh Sulastri, M.Pd.
Oleh:
Novita Amelia
Dwi A. (110422425539)
Resty Melodia (110422425565)
Tri Silfiya
Andriyani (110422425536)
Kelompok
14
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
Maret 2012
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan
system perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau system
perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk
menghadirkan alternative jasa perbankan yang makin lengkap kepada masyarakat
Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan
konvensional dengan sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih
luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian
nasional.
Karakteristik
sistem perbankan syariah yang beroprasi berdasarkan prinsip bagi hasil
memberikan alternative sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi
masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi,
investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan
dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi
keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang
beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi
alternative sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh
golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Dalam
konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk
dan instrument keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor
keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi diantara kedua sektor
tersebut. Makin meluasnya penggunaan produk instrument syariah di samping akan
mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mendukung kegiatan
keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang
bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara
keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah dasar hukum Bank
Syariah?
1.2.2 Apakah perbedaan bank
konvensional dengan bank syariah?
1.2.3 Apa saja kegiatan usaha bank
syariah?
1.2.4 Apa saja produk bank syariah?
1.2.5 Bagaimana penilaian kesehatan
bank syariah?
1.3 Tujuan
1.2.1
Mengetahui dasar hukum Bank Syariah.
1.2.2
Mengetahui perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah.
1.2.3
Mengetahui kegiatan usaha Bank Syariah.
1.2.4
Mengetahui produk Bank Syariah.
1.2.5
Mengetahui penilaian kesehatan Bank Syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Dasar
Hukum Bank Syari’ah
Undang-undang No. 10
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan pasal 1 ayat 3 huruf menetapkan bahwa salah satu bentuk usaha bank
adalah menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
prinsip syari’ah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank Indonesia.
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain:
- Kegiatan
usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syari’ah.
- Pembentukan
dan tugas Dewan Pengawas Syari’ah.
- Persyaratan
bagi pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah.
Pasal ini merupakan revisi terhadap
masalah yang sama pada UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan pasal 6 huruf m yang menetapkan bahwa salah satu
bentuk usaha bank umum adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan
prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
pemerintah. Perubahan tersebut pada dasarnya menyangkut tiga hal, yaitu:
- Istilah
“prinsip bagi hasil” diganti dengan “prinsip syari’ah”, meskipun esensinya
tidak berbeda.
- Ketentuan
rinci semula ditetapkan dengan “peraturan pemerintah” kemudian diganti
dengan “ketentuan Bank Indonesia”.
- UU
yang lama hanya menyebutkan prinsip bagi hasil dalam hal menyediakan dana
saja, sedangkan UU yang baru menyebutkan prinsip bagi hasil dalam hal
penyediaan dana dan juga dalam kegiatan lain. Kagiatan lain bisa
diterjemahkan mencakup penghimpunan dan penggunaan dana.
Bank umum yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syari’ah melalui:
a. Pendirian
kantor cabang atau kantor dibawah cabang baru.
b. Pengubahan
kantor cabang atau kantor dibawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip
syari’ah.
2.2
Perbedaan
bank konvensional dengan bank syariah
Bank konvensional, yaitu
bank yang dalam kativitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka
penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau
sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode
tertentu. Persentase tertentu biasanya ditetapkan per tahun.
Bank
syari’ah, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan
mengenakan imbalan atas dasar prinsip syari’ah yaitu jual beli dan bagi hasil.
Perbedaan utama antara
kegiatan bank berdasarkan prinsip syari’ah dengan bank konvensional pada
dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan atau jasa dari dana. Bank
berdasarkan prinsip syari’ah tidak menggunakan sistem bunga dalam menentukan
imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan oleh suatu pihak. Hingga awal
tahun 2005, terdapat 3 bank umum syari’ah dan 16 unit usaha syari’ah.
Bank
Umum Syari’ah:
1. Bank
Muamalat Indonesia (BMI)
2. Bank
Syari’ah Mandiri (BSM)
3. Bank
Syari’ah Indonesia
Unit Usaha
Syari’ah.
1. Bank
IFI Syari’ah
2. Bank
Danamon Syari’ah
3. BRI
Syari’ah
4. Bank
Niaga Syari’ah
5. Bank
Permata Syari’ah
6. BNI
Syari’ah
7. BII
Syari’ah
8. Bank
Riau Syari’ah
9. Bank
Jabar Syari’ah
10. BPD
Sumut Syari’ah
11. BPD
DKI Syari’ah
12. BPD
Lombok Syari’ah
13. BDP
Aceh Syari’ah
14. BDP
Kalsel Syari’ah
15. HSBC
Syari’ah
16. BTN
Syari’ah
Perbedaan bank konvensional dengan bank syariah:
1.
Perbedaan
Falsafah
Perbedaan pokok antara bank konvensional
dengan bank syari’ah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank
syari’ah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan
bank konvensional justru kebalikannya.
2. Konsep Pengeluaran Dana Nasabah
Dalam sistem bank syari’ah dana
nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan
investasi berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito
merupakan upaya membungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja
nasabah membutuhkan, bank syari’ah harus dapat memenuhinya. Akibatnya dana
titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana
titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan
dana.
3. Kewajiban
Mengelola Zakat
Bank syari’ah diwajibkan menjadi
pengelola zakat dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun,
mengadministrasikannya, dan mendistribusikannya.
4.
Struktur
Organisasi
Di dalam strukktur organisasi bank
syari’ah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syari’ah (DPS), DPS berfungsi
mengawasi segala aktivitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip
syari’ah. Perbedaan bank syari’ah dengan bank konvensional:
Bank
syari’ah
|
Bank Konvensional
|
1.
Berinvestasi pada usaha yang halal
|
Bebas nilai
|
2.
Atas dasar bagi hasil, margin keuntungan dan fee
|
Sistem bunga
|
3.
Besaran bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha
|
Besarannya tetap
|
4.
Profit dan falah oriented
|
Profit oriented
|
5.
Pola hubungan kemitraan
|
Hubungan debitur-kreditur
|
6.
Ada Dewan Pengawas Syari’ah
|
Tidak ada lembaga sejenis
|
Perbandingan sistem bagi hasil dan
sistem bunga:
Sistem
bunga
|
Sistem
Bagi Hasil
|
1.
Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu
untung untuk pihak bank
|
Penentuan besarnya risiko bagi
hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan
rugi
|
2.
Besarnya persntase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang
dipinjamkan
|
Besarnya risiko (nisbah) bagi
hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
|
3.
Tidak tergantung kepada kinerja usaha
|
Tergantung kepada kinerja usaha
|
4.
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama
islam
|
Tidak ada agama yang meragukan
keabsahan bagi hasil
|
5.
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan
proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
|
Bagi hasil tergantung kepada
proyek yang dijalankan
|
2.3
Kegiatan Usaha Bank Syariah
1)
Prinsip
Kegiatan Usaha
1) Hiwalah.
Akad pemindahan piutang nasabah (muhil) kepada bank (muhal’alaih) dari nasabah
lain (muhal).
2) Ijarah.
Akad sewa-menyewa barang antara bank (muaajir) dengan penyewa (mustajir).
3) Ijarah
Wa Iqtina. Akad sewa-menyewa barang antara bank (muaajir) dengan penyewa
(mustajir) yang diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan
barang sewaan akan berpindah kepada mustajir.
4) Isitishna.
Akad jual beli barang (mashnu’) antara pemesan (mustashni’) dengan penerima
pesanan (shani).
5) Kafalah.
Akad pemberian jaminan (makful alaih) yang diberikan satu pihak kepada pihak
lain dimana pemberi jaminan (kafii) bertanggungjawab atas pembayaran kembali
suatu utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful).
6) Mudharabah.
Akad antara pihak pemilik modal (shahibul maal) dengan pengelola (mudharib)
untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan.
7) Murabahah.
Akad jual beli antara bank dengan nasabah.
8) Musyarakah.
Akad kerja sama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk
membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif.
9) Qard.
Akad pinjaman dari bank (muqridh) kepada pihak tertentu (muqtaridh) yang wajib
dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.
10) Al-Qard
ul Hasan. Akad pinjaman dari bank kepada pihak tertentu untuk tujuan sosial
yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.
11) Al-Rahn.
Akad penyerahan barang harta (marhun) dan nasabah (rahin) kepada bank
(murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh uang.
12) Salam.
Akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) antara pembeli (muslam) dengan
penjual (muslamilaih).
13) Sharf.
Adalah akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
14) Ujr.
Imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan.
15) Wadi’ah.
akad penitipan barang/uang antara pihak yang mempunyai barang/uang dengan pihak
yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan,
serta keutuhan barang/uang.
16) Waqalah.
Akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa (muakkil) kepada penerima kuasa (wakil)
untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa.
2)
Kegiatan
Usaha
1) Menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan.
2) Melakukan
penyaluran dana.
3) Memberikan
jasa-jasa.
4) Melakukan
kegiatan lain.
5) Melakukan
kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang disetujui oleh Dewan Syari’ah
Nasional.
3)
Kepemilikan
Bank Syariah
Kepemilikan
bank berdasarkan prinsip syari’ah oleh badan hukum Indonesia setinggi-tingginya
sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan. Modal sendiri
bersih merupakan:
·
Penjumlahan dari modal
disetor, cadangan dan laba, dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum
Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah.
·
Penjumlahan dari
simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal penyertaan dan kerugian, bagi badan
hukum koperasi.
Sumber
dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan bank berdasarkan prinsip syari’ah
dilarang:
·
Berasal dari pinjaman
atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apa pun dari bank dan/atau pihak lain di
Indonesia.
·
Berasal dari sumber
yang diharamkan menurut prinsip syari’ah, termasuk dari dan untuk tujuan
pencucian uang.
Yang
dapat menjadi pemilik bank berdasarkan prinsip syari’ah adalah pihak-pihak
yang:
·
Tidak termasuk dalam
daftar orang tercela dibidang perbankan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
·
Menurut penilaian BI
yang bersangkutan memiliki integritas yang baik.
2.3 Produk
Bank syariah
Bank syariah juga menawarkan nasabah dengan beragam
produk perbankan. Hanya saja bedanya dengan bank konvensional adalah dalam hal
menentukkan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya. Berikut ini
jenis-jenis produk Bank Syariah yang ditawarkan adalah sebagai berikut:
1.
Al-wadi’ah
(simpanan)
Merupakan
titipan atau simpanan pada bank syariah. Prinsip Al-Wadi’ah merupakan titipan
murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hokum yang
harus dijaga dan dikembalikan kapan saja bila si penitip menghendaki. Penerima
simpanan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak
bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada
titipan selama hal itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang
bersangkutan dalam memelihara barang titipan.
Contoh Rekening Giro Wadiah:
Tn seron Sidik memiliki
rekening giro wadiah di Bank Syariah Pangkal Pinang dengan saldo rata-rata pada
bulan mei 2003 adalah Rp 1.000.000,-. Bonus yang diberikan bank syariah Pangkal
Pinang kepada nasabah adalah 30% dengan saldo rata-rata minimal Rp 500.000,-.
Diasumsikan total dana giro wadiah di bank syariah Pangkal Pinang adalah Rp
1.000.000.000,-. Pendapatan Bank Syariah Pangkal Pinang dari Penggunaan giro
wadiah adalah Rp 100.000.000,-
Pertanyaan: Berapa Bonus yang diterima
Tn. Seron Sidik pada akhir Mei 2003.
Jawab:
Bonus yang diterima =
(sebelum dipotong pajak)
Contoh Perhitungan Keuntungan Tabungan Mudharabah
Tn. Armi Arup memiliki
tabungan di bank Syariah Tanjung Pandan. Pada bulan Juni 2003 saldo rata0rata
tabungan Tn Armi adalah sebesar Rp 1.000.000,- Perbandingan dengan deposan
adalah 40:60. Saldo rata-rata tabungan perbulan diseluruh Bank Syariah Tanjung
Pandan adalah Rp 5.000.000.000,- Kemudian pendapatan Bank Syariah Tanjung
Pandan yang dibagihasilkan adalah Rp 800.000.000,-
Pertanyaan: Berapa Keuntungan Tn Armi
pada bulan yang bersangkutan
Jawab:
Keuntungan Tn. Armi =
Contoh Perhitungan Keuntungan Deposito Mudharabah
Tn Adam memiliki
deposito sebesar Rp 100.000.000,- untuk jangka waktu 1 bulan di bank syariah
Sungailiat. Bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Sungailiat dengan nasabah
adalah 45:55. Saldo rata-rata perbulan di Bank Syariah Sungailiat adalah Rp
8.000.000.000,- Kemudian pendapatan yang dibagihasilkan di bank Syariah
Sungailiat adalah Rp 500.000.000,-
Pertanyaan: Berapa Keuntungan Tn Adam
dari nisbah yang ditetapkan
Jawab:
Keuntungan nasabah =
(sebelum dipotong pajak)
2.
Pembiayaan
dengan Bagi Hasil
Penyaluran dana dalam
bank konvensional, kita kenal dengan istilah kredit atau pinjaman. Sedangkan
dalam Bank Syariah untuk penyaluran dananya kita kenal dengan istilah
pembiayaan. Jika dalam bank konvensional keuntungan bank ndiperoleh dari bunga
yang dibebankan, maka dalam Bank Syariah tidak ada istilah bunga, tetapi Bank
Syariah menarapkan system bagi hasil. Prinsip bagi hasil dalam bank Syariah
yang diterapkan dalam pembiayaan dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu:
a.
Al-Musyarakah
Merupakan akad
kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu.
Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa
keuntugan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
b.
Al-Mudharabah
Merupakan akad
kerjasama antara dua pihak di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan
pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakan yang
dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi, maka akan ditanggung pemilik modal
selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian
diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab. Mudharabah
dibagi menjadi dua:
1)
Mudharabah
Muthlaqah
Merupakan
kerjasama antara pihak pertama dan pihak lain yang cakupannya lebih luas.
Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
2)
Mudharabah
Muqayyah
Merupakan
kerjasama antara pihak pertama dan pihak lain yang dibatasi oleh waktu
spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
c.
Al-Muza’arah
Merupakan kerja
sama pengelola pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan
dalam hal ini menyediakan lahan, benih, dan pupuk. Sedangkan penggarap
menyediakan keahlian, tenaga dan waktu. Keuntungan diperoleh dari hasil panen
dengan imbalan yang disepakati.
d.
Al-Musaqah
Merupakan bagian
dari Al-Muza’arah, yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan
pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peraltan mereka sendiri. Imbalan tetap
diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam kontek adalah
kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.
3.
Bal’il
Al-Murabahah
Bai’I
Al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada haraga pokok dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan
harga pokok yang ia beli ditambah
keuntungan yang diinginkan. Kegiatan Bai’I Al-Murabahah ini baru dilakukansetelah
ada kesepakatan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan setelah ada kesepakatan
dengan pembeli, baru kemudian dilakukan pemesanan
4.
Bai’as-Salam
Merupakan
pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan
dimuka.
5.
Bai’Al-Istihna
Merupakan
bentuk khusus dari akad Bai’as-Salam oleh karena itu, ketentuan dalam Bai’
al-istinha’ mengikuti ketentuan dan aturan Bai’as-salam. Pengertian Bai’
al-istinha’ adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat
barang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu
tentang harga dan system pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan
tawar-menawar dan system pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara
angsuran per bulan atau di belakang.
6.
Al-Ijarah
(Leasing)
Merupakan akad
pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembyaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya
kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating
lease maupun financial lease.
7.
Al-Wakalah
(Amanat)
Wakalah atau
wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandate dari satu
pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah
disepakati
8.
Al-Kafalah
(Garansi)
Merupakan
jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban
pihak kedua ayau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan
tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain.
9.
Al-Hawalah
Merupakan
pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya. Dalam dunia perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau
factoring.
10.
Ar-Rahn
Merupakan
kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Kegiatan ini dilakukan seperti jaminan utang atau
gadai.
11.
Penilaian Kesehatan Bank Syariah
Penilaian
kesehatan Bank Syariah dilakukan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No
9/1/PBO/2007 tentang system Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan
Prinsip Syariah yang berlaku mulai 24 Januari 2007.
Bank
Umum Syariah wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank secara
triwulanan, yang meliputi factor-faktor antara lain:
1.
Permodalan (capitaling)
2.
Kualitas asset (asset quantity)
3. Rentabilitas
(earning)
4.
Likuiditas (liquidity)
5.
Sensitivitas terhadap
risiko pasar (sensitivy to market risk)
6.
dan manajemen (management)
Khusus untuk tingkat kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarkan prinsip syariah (BPRS), Bank Indonesia mengeluarkan
aturan baru yang mulai berlaku 4 Desember 2007, yaitu Peraturan Bank Indonesia
(PBI) Nomor 9/17/PBI/2007 perihal system Penilaian TingkatKesehatan Bank
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah mengatur penilaian tingkat
kesehatan BPRS mencakup penilaian diantarany:
1. faktor
permodalan (capital)
2. faktor
kualitas aset (asset liquidity)
3. factor
rentabilitas (earning)
4. dan
factor likuiditas atau factor keuangan dilakukan secara kuantitatif dan
kualitatif
5. penilaian
atas komponen dari factor manajemen (management)
yang dilakukan secara kualitatif
Rincian penilaian tingkat kesehatan
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai
berikut:
1. Penilaian
secara kualitatif dilakukan dengan mempertimbangkan indikator pendukung da/atau
pembanding yang relevan
2. Peringkat
setiap komponen pembentuk factor keuangan terdiri dari peringkat 1,2,3,4 dan 5
3. Peringkat
setiap komponen pembentuk factor manajemen terdiri dari peringkat A,B,C dan D
4. Proses
penilaian peringkat factor keuangan dilakukan dengan pembobotan atas nilai
peringkat factor permodalan, kualitas, asset, retabilitas, dan likuiditas
5. Berdasarkan
hasil penilaian peringkat factor keuangan dan penilaian peringka factor
manajemen, ditetatpkan peringkat komposit yang merupakan peringkat akhir hasil
penilaian tingkat kesehatan bank
6. Proses
penilaian peringkat komposit dilaksanakan melalui penggabungan atas peringkat
factor keuangan dan peringkat manajemen menggunakan table konversi dengan
mempertimbangkan indicator pendukung dan unsure judgment.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perbankan
syariah atau perbankan Islam (al-Mashrafiyah
al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan
yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah).
Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam
untuk meminjamkan atau memungut pinjaman
dengan mengenakan bunga
pinjaman (riba),
serta larangan untuk berinvestasi
pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram).
Sistem perbankan konvensional
tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya
dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha
media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.
3.2
Saran
Bagi
para pelaku ekonomi, alangkah lebih baiknya apabila dapat menggunakan bank
dengan sistem perbankan syariah yang beroprasi berdasarkan prinsip bagi hasil
memberikan alternative sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi
masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi,
investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan
dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi
keuangan.
Daftar Rujukan
Kasmir.2008.Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.PT
Rajagrafindo Persada:Jakarta
Budisanto,
Totok & Triandanu, Sigit.2006.Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta:Salemba Empat
Artikel Bagus..
BalasHapusUNtuk menciptakan fundamental perbankan yang tangguh diperlukan sebuah Arsitektur Perbankan yang konsisten, sehingga mampu menciptakan sebuah perekonomian yang sehat pula.
Sekedar ingin berbagi, barangkali bisa sedikit menambah referensi mengenai Arsitektur Perbankan Indonesia.
Klik --> Makalah Arsitektur Perbankan Indonesia