KESEHATAN
DAN RAHASIA BANK
KESEHATAN BANK
PENGERTIAN
KESEHATAN BANK
Kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional
perbankan secara normal & mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan
sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
Kegiatan tersebut antara lain:
- Kemampuan
menghimpun dana
- Kemampuan
mengelola dana
- Kemampuan
untuk menyalurkan dana ke masyarakat
- Kemampuan memenuhi kewajiban
kepada pihak lain
- Pemenuhan peraturan yang
berlaku.
MANFAAT
PENILAIAN KESEHATAN
- Bank :
salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha
- BI :
pengawasan
FAKTOR-FAKTOR PENILAIAN (CAMELS)
- Permodalan
(Capital)
- Kecukupan pemenuhan ”Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum” (KPMM) terhadap
ketentuan yang berlaku
- Komposisi
permodalan
- Kemampuan bank memelihara
kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan)
- Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha bank
- Akses kepada
sumber permodalan
- Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan
- Kualitas Aset (Asset Quality)
- Debitur inti
kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit
- Perkembangan
aktiva produktif bermasalah (non performing asset) dibandingkan aktiva
produktif
- Tingkat
kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP)
- Kecukupan kebijakan & prosedur aktiva produktif
- Kecukupan Pedoman Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB)
- Standard
Operating Procedures (SOP)
- Sistem kaji
ulang (review) internal terhadap aktiva produktif
- Dokumentasi aktiva produktif
- Kinerja
penangan aktiva produktif bermasalah
- Restrukturisasi
- Penyertaan
modal sementara
- Ketepatan
metode & skema restrukturisasi yang dikaitkan dengan kondisi debitur secara
keseluruhan
c. Manajemen (Management)
- Manajemen Umum
- Good Corporate Governance
- Penerapan
sistem manajemen risiko
- Pengawasan
- SIM risiko
- Pengendalian
Internal
- Kepatuhan bank
- Rentabilitas
(Earnings)
Rasio Rentabilitas betujuan untuk
mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, juga
bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan
operasional perusahaannya
- ROA (Return On Asset), ROE (Return On Equity), NIM (Net
Interest Margin)
- BOPO (Biaya
Operasional Pendapatan Operasional)
- Pertumbuhan laba usaha : Pendapatan operasional- Biaya operasional
- Komposisi portofolio aktiva produktif & diversifikasi pendapatan
- Fee Based
Income Ratio
- Penerapan
prinsip aktiva dalam pengakuan pendapatan & biaya
- Prospek laba operasional
- Sensitivity
Of Risk
- Analisa terhadap
risiko-risko yang mungkin terjadi
Dasar
Hukum ketentuan rahasia bank di Indonesia, mula-mula adalah Undang-undang no.7
tahun 1992 tentang Perbankan, tetapi kemudian diubah dengan Undang-undang
no.10/1998. Sesuai pasal 1 ayat 28 Undang-undang no.10/1998, berbunyi sebagai
berikut:
Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya.
Lingkup
Rahasia Bank
Pertanyaan-pertanyaan yang sering
muncul adalah: Apakah yang harus dirahasiakan ini hanya terbatas kepada
keuangan nasabah penyimpan dana saja? Apakah juga menyangkut keadaan keuangan
nasabah debitur? Apakah lingkup rahasia Bank hanya menyangkut pasiva (liabilities)
bank berupa dana nasabah bank, ataukah juga meliputi aktiva (assets)
bank berupa kredit Bank kepada nasabah. Apakah juga menyangkut penggunaan
jasa-jasa bank yang lain, selain jasa penyimpanan dana dan jasa pemberian
kredit?
Dari rumusan pasal 40 Undang-undang
No.10/1998, secara eksplisit disebutkan bahwa lingkup rahasia bank adalah bukan
saja menyangkut simpanan nasabah, tetapi juga (identitas) nasabah penyimpan
yang memiliki simpanan tersebut. Bahkan dalam rumusan pasal 40, “Nasabah
Penyimpan” disebut lebih dahulu daripada “Simpanannya”.
Di beberapa negara, lingkup dari
rahasia bank tidak ditentukan hanya terbatas kepada keadaan keuangan nasabah,
tetapi meliputi juga identitas nasabah yang bersangkutan.
Informasi
mengenai mantan nasabah
Di dalam praktek perbankan atau
praktek bisnis, sangat lazim seorang nasabah berpindah-pindah atau
berganti-ganti bank, seperti juga adalah lazim seorang nasabah mempunyai
simpanan pada beberapa bank. Timbul pertanyaan, apakah bank masih terikat
terhadap kewajiban rahasia bank setelah nasabahnya tidak lagi menjadi nasabah
bank yang bersangkutan? Hal ini ternyata tidak diatur atau ditentukan oleh
undang-undang, baik oleh undang-undang no.7/1992 maupun undang-undang
no.10/1998.
Mengingat tujuan dari diadakannya
ketentuan mengenai kewajiban rahasia bank, sebaiknya undang-undang perbankan
Indonesia menentukan kewajiban rahasia bank tetap diberlakukan sekalipun
nasabah yang bersangkutan telah tidak lagi menjadi nasabah bank yang
bersangkutan.
Siapa yang
berkewajiban memegang teguh rahasia Bank?
Menurut pasal 47 ayat (2)
Undang-undang no.10/1998, yang berkewajiban memegang teguh rahasia bank adalah:
- Anggota Dewan Komisaris Bank
- Anggota Direksi Bank
- Pegawai Bank
- Pihak terafiliasi lainnya dari
Bank
Siapakah
yang dikategorikan sebagai “pegawai bank”
Menurut
penjelasan pasal 47 ayat (2) yang dimaksudkan “pegawai bank” adalah “semua
pejabat dan karyawan bank”. Lingkup sasaran tindak pidana rahasia bank menurut
pasal tsb terlalu luas, karena berarti rahasia bank berlaku bagi siapa saja
yang menjadi pegawai bank, sekalipun pegawai bank tersebut tidak mempunyai
akses atau tak mempunyai hubungan sama sekali dengan nasabah penyimpan dan
simpanannya, seperti: pramubakti, satpam, pengemudi, pegawai di unit yang
mengurusi kendaraan dan masih banyak lagi.
Kewajiban
merahasiakan bagi mantan pegawai bank
Seorang
pegawai bank, ada kemungkinan tak selamanya menjadi pegawai bank tersebut, bisa
karena telah tiba masa pensiun, keluar dan menjadi pegawai di perusahaan lain,
meninggal dan sebagainya. Pada krisis moneter, banyak pegawai bank yang terkena
PHK karena bank nya terkena likuidasi.
Pertanyaan
yang muncul, apakah mantan pegawai bank masih tetap terkena oleh kewajiban
memegang teguh rahasia bank yang menjadi kewajibannya sewaktu yang bersangkutan
masih menjadi pegawai aktif di bank yang bersangkutan? Ternyata Undang-undang
no.7/1992 maupun Undang-undang no.10/1998 tak mengaturnya.
Beberapa
negara menentukan bahwa mantan pengurus dan pegawai bank terikat oleh kewajiban
rahasia bank. Ada yang menentukan keterikatannya itu berakhir setelah beberapa
tahun sejak saat yang bersangkutan berhenti sebagai pengurus atau pegawai bank,
ada pula yang menentukan kewajiban tersebut melekat terus sampai seumur hidup.
Pengertian
pihak terafiliasi lainnya
Sebagaimana
ditentukan dalam pasal 1 ayat (22) Undang-undang no.10/1998, yang dimaksud
pihak terafiliasi adalah:
- anggota dewan komisaris,
pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank
- anggota pengurus, pengawas,
pengelola, atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank
yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
- pihak yang memberikan jasanya
kepada bank, antara lain: akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan
konsultan lainnya
- pihak yang menurut penilaian
Bank Indonesia, turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain
pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas,
keluarga direksi, keluarga pengurus.
Pengecualian
atas kewajiban rahasia bank
Undang-undang no.10/1998 memberikan
pengecualian dalam 7 (tujuh) hal. Pengecualian tersebut tidak bersifat
limitatif, artinya di luar 7 (tujuh) hal yang telah dikecualikan itu tidak
terdapat pengecualian yang lain. Pengecualian itu adalah:
- Untuk kepentingan perpajakan dapat
diberikan pengecualian kepada pejabat pajak berdasarkan perintah Pimpinan
Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan (pasal 41)
- Untuk penyelesaian piutang bank
yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, dapat diberikan pengecualian kepada
Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/PUPN atas izin Pimpinan
Bank Indonesia (pasal 41A)
- Untuk kepentingan peradilan
dalam perkara pidana dapat diberikan pengecualian kepada polisi, jaksa
atau hakim atas izin Pimpinan Bank Indonesia (pasal 42)
- Dalam perkara perdata antara
bank dengan nasabahnya dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh
izin Pimpinan Bank Indonesia (pasal 43)
- Dalam rangka tukar menukar
informasi di antara bank kepada bank lain dapat diberikan pengecualian
tanpa harus memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia (pasal 44)
- Atas persetujuan, permintaan
atau kuasa dari nasabah penyimpan secara tertulis dapat diberikan
pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (pasal
44A ayat 1)
- Atas permintaan ahli waris yang
sah dari nasabah penyimpan dana yang telah meninggal dunia (pasal 44A ayat
2)
.
Kesimpulan
Demikian juga dengan sistem perbankan yang tangguh dan sehat
tentunya juga akan sanggup memobilisasi dana dari dan keseluruh lapisan
masyarakat sehingga perekomian masyarakat tumbuh dan berkembang, yang pada
gilirannya diharapkan dapat memakmurkan masyarakat. Jadi jelas sistem perbankan
yang tangguh dan sehat adalah syarat terciptanya sistem ekonomi yang tumbuh dan
berkembang.
Agar bank dapat tumbuh dan melaju dengan baik, pertama
diperlukan modal yang cukup (Capital Adequacy Ratio) sebagai bamper untuk
menanggung risiko kredit macet yang sewaktu-waktu harus di hapus bukukan,
Kedua, kualitas aktiva produktip (Quality Assets produktive) harus tinggi,
indikatornya kredit macetnya kecil. Mengapa harus berkualitas tinggi ? Karena
fungsi aset produktif adalah sebagai mesin bank yang harus mampu menghasilkan
imbal hasil (return) yang cukup. Ketiga, manajemen bank sebagai pengendali
jalannya operational bank harus solid, penuh kehatian-hatian dan cukup
berpengalaman. Keempat, Earnings, laba yang diperoleh bank harus memadai
sebagai alat pemacu pertumbuhan modal dan asset. Kelima, Liquidity atau
likuiditas harus terjaga baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, supaya
kepercayaan (trust) masyarakat meningkat. Kelima pilar ini sering disebut
dengan CAMEL yang sekarang telah berubah menjadi CAMELS, dimana S singkatan
dari sensitivity (sensitivitas). Menurut Bank Indonesia yang dimaksud
sensitivitas, adalah sensitivitas bank terhadap risiko pasar (Sensitivity to
Market Risk) Di mana penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor
sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian
terhadap komponen-komponen ; pertama, modal atau cadangan yang dibentuk untuk
mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai
akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga; Kedua, modal atau cadangan yang
dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential
loss sebagai akibat fluktuasi nilai tukar; dan ketiga, kecukupan penerapan
system manajemen resiko pasar.
Cara untuk melihat sebuah bank sehat atau tidak adalah
dengan cara mengamati tingkat bunga, struktur kepemilikan dan manajemen, seta
pertumbuhan Aset-nya.
Pertama, tingkat bunga bank, makin tinggi bunga yang ditawarkan, terutama jika dibandingkan dengan bank yang beraset setara, makin tinggi pula risiko bank tersebut. Argumentasinya sederhana. Bank merupakan lembaga perantara (intermediary) yang dalam mengelola dananya harus berpegang pada prinsip kesesuaian jatuh tempo (maturity). Bank yang berhati-hati biasanya menyalurkan dana masyarakat berjangka pendek menjadi kredit jangka pendek pula. Sedangkan kredit jangka panjang didanai dari dana jangka panjang. Dalam prakteknya, ada bank-bank yang menggunakan dana jangka pendek untuk – katakanlah – membiayai proyek properti yang jelas-jelas berjangka panjang. Hal ini jelas-jelas melanggar prinsip kehati-hatian (prudential banking). Persoalan menjadi semakin kacau balau kalau pengembalian kredit jangka panjang, dipastikan, bank akan menghadapi persoalan likuiditas. Di satu sisi, bank harus membayar dana masyarakat yang jatuh tempo. Akan tetapi di sisi lain, sumber untuk membayar deposito itu tidak ada. Sebab, dananya sudah tertanam di kredit berjangka panjang.
Pertama, tingkat bunga bank, makin tinggi bunga yang ditawarkan, terutama jika dibandingkan dengan bank yang beraset setara, makin tinggi pula risiko bank tersebut. Argumentasinya sederhana. Bank merupakan lembaga perantara (intermediary) yang dalam mengelola dananya harus berpegang pada prinsip kesesuaian jatuh tempo (maturity). Bank yang berhati-hati biasanya menyalurkan dana masyarakat berjangka pendek menjadi kredit jangka pendek pula. Sedangkan kredit jangka panjang didanai dari dana jangka panjang. Dalam prakteknya, ada bank-bank yang menggunakan dana jangka pendek untuk – katakanlah – membiayai proyek properti yang jelas-jelas berjangka panjang. Hal ini jelas-jelas melanggar prinsip kehati-hatian (prudential banking). Persoalan menjadi semakin kacau balau kalau pengembalian kredit jangka panjang, dipastikan, bank akan menghadapi persoalan likuiditas. Di satu sisi, bank harus membayar dana masyarakat yang jatuh tempo. Akan tetapi di sisi lain, sumber untuk membayar deposito itu tidak ada. Sebab, dananya sudah tertanam di kredit berjangka panjang.
Untuk
menyiasati persoalan seperti itu, bank biasanya akan lari ke pasar uang dan
mencari pinjaman di sana. Namun, ongkosnya sangat mahal dan belum tentu dana
yang dibutuhkan tersedia. Alhasil, bank terpaksa mencari dana-dana baru dari
masyarakat. Agar menarik, bank kemudian mematok bunga yang sangat tinggi.
Sering kali jauh lebih tinggi ketimbang suku bunga yang berlaku umum. Namun, hal
itu sama saja dengan gali lubang tutup lubang. Ketika lubang itu sudah tidak
dapat lagi ditutupi, seperti yang ditunjukkan pengalaman, puluhan bank terpaksa
dilikuidasi. Oleh karena itu, sebaiknya hindari menempatkan dana pada bank-bank
yang memasang bunga terlalu tinggi.
Kedua, struktur kepemilikan dan manajemen, banyak bank yang bermasalah adalah bank-bank yang manajemen dan pemiliknya memiliki pertalian yang terlalu erat. Katakanlah, bank dimiliki oleh si A. Kemudian, yang menjadi direktur atau jajaran manajemennya adalah kerabat si A. Jika seperti itu, sangat besar kemungkinannya terjadi persekongkolan di antara mereka. Atau, manajemen cuma jadi boneka.
Kedua, struktur kepemilikan dan manajemen, banyak bank yang bermasalah adalah bank-bank yang manajemen dan pemiliknya memiliki pertalian yang terlalu erat. Katakanlah, bank dimiliki oleh si A. Kemudian, yang menjadi direktur atau jajaran manajemennya adalah kerabat si A. Jika seperti itu, sangat besar kemungkinannya terjadi persekongkolan di antara mereka. Atau, manajemen cuma jadi boneka.
Dapat disimpulkan bahwa, secara fundamental bank sehat jika
mempunyai cukup modala (CAR minmal 8%), Kualitas asset yang tinggi, Manajemen
yang Solid, laba yang memadai dan likuditas yang cukup dan jika ditinjau secara
teknikal mempunya pertumbuhan harga yang stabil dan tinggi. Alternatif
penilaian adalah melalui tinjauan terhadap suku bunga yang ditawarkan normal
(tidak terlalu tinggi), komposisi kepemilikan tidak terkonsentrasi pada satu
golongan orang serta pertumbuhan asetnya tidak spektakuler. Akhirnya bank yang
sehat sangat diperlukan agar dapat mempercepat mobilisasi dana masyarakat untuk
pertumbuhan ekonomi.
REFERENSI :
Etty M. Nasser, Titik Aryati. 2000.
“Model Analisis CAMEL Untuk Memprediksi Financial Distress Pada Sektor
Perbankan Yang Go Public.” Jurnal Auditing dan Akuntansi Indonesia. Volume 4.
No.2 Desember. Jakarta.
Fery Indrawan, “Nyari Bank Sehat? Nih Panduannya”, http://afewgoodwords. wordpress.com, 23 Desember 2006.
Fery Indrawan, “Nyari Bank Sehat? Nih Panduannya”, http://afewgoodwords. wordpress.com, 23 Desember 2006.
Komentar
Posting Komentar