A.Reformasi Ekonomi China
Banyak yang terheran-heran dan kagum melihat perkembangan dan
pembangunan China yang sangat pesat dan fenomenal. Pertanyaan yang selalu
muncul adalah bagaimana ini bisa terjadi, bila melihat kondisi China 80-an yang
masih tertinggal, bahkan dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN.
Secara garis
besar reformasi yang dilakukan China ada empat tahap, yaitu yang pertama tahun
1978-1984 yang merupakan tahap awal dan tahap penerapan prinsip ekonomi pasar
dengan fokus pada wilayah pedesaan pemerintah mempromosikan sosialisme pasar
guna menciptakan pasar kerja. Pertimbangannya, tanpa kebebasan untuk
mengalokasikan “sumberdaya kerja” tidak akan sanggup bertindak rasional dalam
merestrukturisasi produksi guna merespon sinyal yang dipancarkan oleh pasar.
Tahap kedua
pada tahun 1984-1992 yang menekankan pada penerapan perekonomian pasar di kota
dengan menyesuaikan harga menurut hukum penawaran dan permintaan walaupun
dengan perencanaan yang tidak terpusat. Pemerintah kemudian menetapkan empat
zona khusus ekonomi di sepanjang pesisir selatan provinsi Guangdong dan Fujian,
bagi investor asing.
Tahap yang
ketiga ialah dimulai pada tahun 1992, Cina menagaskan bahwa target dari
reformasinya yaitu membangun sistem ekonomi pasar sosialis yang baru melalui
reformasi market oriented di berbagai
bidang dan ada perencanaan dengan baik. Hasilnya, pada 1983 hampir 98 persen
dari seluruh petani rumah tangga beroperasi menurut logika sistem baru ini,
dimana lahan-lahan kolektif dimanfaatkan untuk memproduksi barang-barang yang
dijual di pasar.
Tahap yang
terakhir dimulai pada tahun 2003 yang menekankan pada “Penyempurnaan Sistem
Ekonomi Pasar Sosialis” yang direncanakan akan terwujud pada tahun 2020. Tahap
keempat ini menekankan pada 5 pilar yang menjadi penopang terwujudnya
penyempurnaan ini yaitu titik berat pada wilayah perkotaan dan pedesaan secara
bersama-sama, pembangunan wilayah lokal, pembangunan sosial dan ekonomi,
keseimbangan antara pembangunan manusia dan alam, serta peningkatan pembangunan
internal dan kerjasama internasional.
Bila diamati sejak awal reformasi digulirkan, Deng Xiaoping dan kawan-kawan tidak memiliki
cetak biru tentang China yang akan dibangun.Mereka hanya memiliki semangat dan
hasrat besar serta komitmen untuk membangun China yang kuat dan kaya. Komitmen
ini merupakan jawaban atas berbagai persoalan dan kesulitan yang dihadapi.
Dalam bidang ekonimi, para pemimpin China menyadari bahwa model
Sovyet yang dianut sejak 1950-an ternyata tidak cocok dan hanya membawa
perubahan sedikit dan lambat. Inipun gagal untuk menutup kesenjangan ekonomi
antara China dengan negara-negara maju. Ada beberapa yang menjadi kunci
keberhasilan reformasi China, diantaranya:
1. Reformasi dilakukan dengan hati-hati, bertahap, pragmatis dan
penuh kesabaran. Dalam melakukan reformasi China terlebih dahulu meletakkan
pada arah reformasi dan tidak terburu-buru ingin melihat hasilnya. Ini terlihat
dari indikasi-indikasi keberhasilan reformasi yang baru nampak pada awal-awal
1990-an, padahal reformasi dimulai sejak 1978 dan sungguh-sungguh dilaksanakan
baru pada 1979.
2. Keberhasilan reformasi Chinajuga disebabkan oleh keberhasilan
reformasi dalam bidang politik, ekonomi, budaya dan hukum.
Dalam bidang politik yaitu munculnya kesadaran bahwa pembangunan
tidak mungkin dapat dilaksanakan tanpa adanya stabilitas nasional. Tercapainya
stabilitas nasional merupakan faktor penting dalam menunjang pembangunan
ekonomi , dan selain itu adanya dukungan
politik yang luas terhadap kepemimpinan nasional.
Keberhasilan menciptakan stabilitas nasional dapat dicapai
karena mampu menghindari benturan sejarah, dengan mengakui bahwa China telah
tumbuh melalui tahapan, revolusi, rekonstruksi, dan reformasi. Dengan kata
lain, mengakui bahwa keberhasilan hari ini tidak terlepas dari modal sejarah
masalalu. Itu sebabnya China mampu menempatkan pemimpin-pemimpin nasional
mereka pada tempat yang terhormat. Apapun kesalahan dan kekeliruan yang telah
dibuatnya, tidak akan menghilangkan jasa-jasa mereka.
China mengakui keberhasilan Mao Zedong memimpin
Partai Komunis China melawan Kuomintang dan memimpin perang gerilya melawan
penjajah jepang. Sehingga China bisa berdiri tegak sebagai bangsa yang merdeka
dan terhormat. Ini merupakan jasanya yang terbesar. Mao telah memulihkan harga
diri dan martabat bangsa China, sehingga tidak lagi dianggap dan dihina oleh
bangsa-bangsa lain sperti beberapa puluh tahun lalu.
Keberhasilan ini
tidak dihapuskan oleh kegagalan-kegagalannya selama periode kedua masa
hidupnya. Dalam reformasi ekonomi, China tidak melakukannya secara
besar-besaran dan terburu-buru, tetapi dilakukan secara bertahap dan penuh
kesabaran. Reformasi ekonomi dimulai dari sektor pertanian , yang berhasil
meningkatkan penghasilan petani.
Keberhasilan ini
memperkuat posisi politik Deng Xiaoping untuk melakukan beberapa langkah
berikutnya. Petani yang hampi mencapai 800 juta jiwa dan merupakan masyarakat
terbesar berada dibelakang Deng Xiaoping. Langkah pertama yang dilakukan adalah
mengembalikan usaha tani yang dahulu dikuasai negara kepada petani. Langkah
reformasi selanjutnya adalah mengembangkan industri manufaktur, memperluas dan mengembangkan
usaha kecil dan menengah serta wiraswasta.
Langkah besar dalam
melakukan reformasi ekonomi, China mengikuti pola negara industri baru yaitu
memberikan prioritas kepada sektor ekonomi yang dapat menghasilkan pertumbuhan
pesat tanpa intevensi pemerintah yang besar melalui program industrialisasi.
Berikutnya adalah
langkah revolusioner yang tidak lazim dalam negara dengan sistem komunis, yaitu
membuka China untuk penanaman modal asing. Proyek penanaman modal ini berhasil
meningkatkan produksi dan ekspor dengan sangat pesat, dan dalam waktu yang
relatif singkat tanpa pengeluaran dana pemerintah yang besar. Menarik modal
asing dengan meningkatkan daya tarik dan pelayanan menjadi aspek penting dalam
kebijakan reformasi China. Reformasi dilakukan dalam tubuh birokrasi dan
mentalitas pejabat untuk mengubah sikap
yang berorientasi kekuasaan menuju orientasi pelayanan. Penguasa dan birokrat
harus menjadi pelayan kepentingan.
Pembenahan berbagai
sistem yang berhubungan dengan variabel diperlukan untuk meenarik modal asing
dilakukan dengan penuh kesungguhan diantaranya:
§ Menjaga dan mempertahankan stabilitas politik.
§ Lingkungan yang diperlukan untuk menciptakan kenyamanan berusaha.
§ Banyaknya investor asing sebelumnya.
§ Kualitas hidup para ekspatriat.
Pemerintah China
mengembangkan dengan sungguh-sungguh fasilitas yang diperlukan , untuk
kenyamanan ekspatriat seperti fasilitas perumahan, sekolah-sekolah
internasional untuk anak-anak mereka dan kemudahan-kemudahan lainnya.
§ Kehidupan sosial masyarakat setempat yang kondusif untuk
perusahaan asing yang menanamkan modalnya di China dan masyarakat asing yang
bermukim di China.
Penolakan masyarakat
setempat terhadap keberadaan perusahaan asing dan sikap yang tidak ramah
terhadap orang asing, akan sangat berpengaruh terhadap iklim berusaha.
§ Tersedianya infrastruktur yang baik untuk mendukung berbagai
kemudahan yang diperlukan oleh perusahaan asing yang akan berinvestasi.
§ Kepastian hukum berusaha
Tanpa adanya kepastian
hukum mustahil akan dapat menarik modal asing.
Dengan
masuknya China kedalam badan dunia –WTO,
pertumbuhan ekonomi yang cepat ,pembangunan yang berkembang di wilayah barat
China, serta stabilitas politik , diharapkan penanaman modal akan mencapai seratu s milyar dolar Amerika
Serikat setiap tahun.
Reformasi
ekonomi bidang administrasi dilakukan secara bertahap dan berhasil mengatasi
hiperinflasi, depresiasi yang tajam dari mata uangnya. Pemerintah juga
mendirikan lembaga-lembaga yang diperlukan untuk mengendalikan inflasi. Selain
itu juga melakukan pembaharuan sistem perbankan dan pengembangan pasar modal.
Pasar obligasi didirikan untuk menyerap kelebihan yang dapat menyebabkan
inflasi. Bursa efek dikembangkan untuk menarik dana masyarakat untuk ditanam
secara produktif.
Langkah-langkah
strategis ini telah mendorong berkembangnnya ekonomi pasar. China telah
berhasil membangun ekonominya dengan sistemnya sendiri yang disebut “Ekonomi
Pasar Sosialis” (Socialist market economy).
Faktor yang paling
penting adalah munculnya Deng Xiaoping sebagai pemimpin China yang memiliki ide
yang dinamis, selaras dengan dedikasi, sabar, dan kecintaan yang mendalam
terhadap China baru.
Seperti yang
diajarkan Sun Tzu, Deng Xiaoping mampu melihat apa yang tidak dilihat
oranglain, mengetahui secara mendalam terhadap sesuatu. Kemampuan sepeerti ini
hanya dapat dilakukan oleh pemimpin bangsa “yang bukan hanya cerdas, tetapi
juga memiliki keberanian”. Karakter kepemimpinan China masa kini atau disebut
pemimpin pembaharu. Dalam suatu penelitian , Dr. Sheh Seow Wah menyimpulkan
beberapa ciri-ciri kepemimpinan “pembaharu” China yang lahir dari reformasi
yaitu:
1.
Memiliki visi dan kepekaan
dalam menetapkan tujuan (strong sense of
purpose)
2.
Kemampuan yang tinggi
dalam mewujudkan gagasan (Good execution
power)
3.
Kemampuan membangkitkan
inspirasi (ability to isnpire)
4.
Semangat yang kuat untuk
mencapai hasil (high sense of achievment)
5.
Memiliki keberanian untuk
mengambil resiko yang telah diperhitungkan (willingness
to take calculated risk)
6.
Kemampuan untuk membagi
pengetahuan dan belajar seumur hidup (commitment
as a teacher and long life learner)
7.
Memelihara sikap
moral yang baik (maintaining good moral
character)
8.
Sangat menjunjung tinggi
nilai persahabatan dan meyakini pentingnya memelihara hubungan baik (strong belief in relationships)
Sejak 11 Desember
2011, China telah enam tahun menjadi anggota WTO, dan telah melakukan
langkah-langkah penting termasuk reformasi hukum dan menciptakan iklim
investasi yang kondusif dalam upaya menyesuaikan diri sebagai pemain dunia yang
terikat pada ketentuan-keteentuan dan
hukum yang berlaku dan telah disepakati
bersama.
Telah ribuan
Undang-Undang dan berbagai peraturan yang berhubungan denga perdagangan barang,
jasa, hak kekayaan intelektual serta investasi, ditinjau kembali. China juga
secara drastis telah menurunkan tarif impor, mengahpus hambatan-hambatan
non-tarif , dan melakukan liberalisasi perdagangan luar negerinya.
Pembangunan Sektor Ekonomi China
Republik Rakyat Cina mencirikan
ekonominya sebagai Sosialisme
dengan ciri Cina. Sejak akhir 1978, kepemimpinan Cina
telah memperharui
ekonomi dari ekonomi terencana Soviet ke ekonomi yang
berorientasi-pasar tapi masih dalam kerangka kerja politik yang kaku dari
Partai Komunis. Untuk itu para pejabat meningkatkan kekuasaan pejabat lokal dan
memasang manajer dalam industri, mengijinkan perusahaan skala-kecil dalam jasa dan produksi
ringan, dan membuka ekonomi terhadap perdagangan asing dan investasi. Kearah
ini pemerintah mengganti ke sistem pertanggungjawaban para keluaga dalam pertanian
dalam penggantian sistem lama yang berdasarkan penggabunggan, menambah kuasa
pegawai setempat dan pengurus kilang dalam industri,
dan membolehkan berbagai usahawan dalam layanan dan perkilangan ringan, dan
membuka ekonomi pada perdagangan dan pelabuhan asing. Pengawasan harga juga
telah dilonggarkan. Ini mengakibatkan Cina daratan berubah dari ekonomi terpimpin menjadi ekonomi campuran.
Pemerintah RRC tidak suka menekankan kesamarataan
saat mulai membangun ekonominya, sebaliknya pemerintah menekankan peningkatan
pendapatan pribadi dan konsumsi dan memperkenalkan sistem manajemen baru untuk
meningkatkan produktivitas. Pemerintah juga memfokuskan diri dalam perdagangan
asing sebagai kendaraan utama untuk pertumbuhan ekonomi, untuk itu mereka
mendirikan lebih dari 2000 Zona Ekonomi Khusus (Special
Economic Zones, SEZ) di mana hukum investasi direnggangkan untuk menarik
modal asing. Hasilnya adalah PDB
yang berlipat empat sejak 1978. Pada 1999
dengan jumlah populasi 1,25 miliar orang dan PDB hanya $3.800 per kapita, Cina
menjadi ekonomi keenam terbesar di dunia dari segi nilai tukar dan ketiga
terbesar di dunia setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat
dalam daya beli. Pendapatan tahunan rata-rata pekerja Cina adalah $1.300.
Perkembangan ekonomi Cina diyakini sebagai salah satu yang tercepat di dunia,
sekitar 7-8% per tahun menurut statistik pemerintah Cina. Ini menjadikan Cina
sebagai fokus utama dunia pada masa kini dengan hampir semua negara, termasuk
negara Barat yang mengkritik Cina, ingin sekali menjalin hubungan perdagangan
dengannya. Cina sejak tanggal 1 Januari 2002
telah menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia.
Cina daratan terkenal sebagai tempat
produksi biaya rendah untuk menjalankan aktivitas pengilangan, dan ketiadaan
serikat sekerja amat
menarik bagi pengurus-pengurus perusahaan asing, terutama karena banyaknya
tenaga kerja murah. Pekerja di pabrik Cina biasanya dibayar 50 sen - 1 dolar
Amerika per jam (rata-rata $0,86), dibandingkan dengan $2 sampai $2,5 di Meksiko
dan $8.50 sampai $20 di AS. Buruh-buruh RRC ini seringkali terpaksa bekerja
keras di kawasan berbahaya dan mudah ditindas majikan karena tiada
undang-undang dan serikat pekerja yang bisa melindungi hak mereka.
Pada akhir 2001, tarif listrik rata-rata
di Provinsi Guangdong
adalah 0,72 yuan (9 sen Amerika) per kilowatt jam, lebih tinggi dari level
rata-rata di Cina daratan 0,368 yuan (4 sen AS). Cina resmi menghapuskan
"direct budgetary outlays" untuk ekspor pada 1 Januari
1991. Namun, diyakini
banyak produsen ekspor Cina menerima banyak subsidi lainnya. Bentuk subsidi
ekspor lainnya termasuk energi, bahan material atau penyediaan tenaga kerja.
Ekspor dari produk agkrikultur, seperti jagung dan katun, masih menikmati
subsidi ekspor langsung. Namun, Cina telah mengurangi jumlah subsidi ekspor
jagung pada 1999
dan 2000.
Biaya bahan mentah yang rendah merupakan
satu lagi aspek ekonomi Cina. Ini disebabkan persaingan di sekitarnya yang
menyebabkan hasil berlebihan yang turut menurunkan biaya pembelian bahan
mentah. Ada juga pengawasan harga dan jaminan sumber-sumber yang tinggal dari
sistem ekonomi lama berdasarkan Soviet.
Saat negara terus menswastakan perusahaan-perusahaan miliknya dan pekerja
berpindah ke sektor yang lebih menguntungkan, pengaruh yang bersifat deflasi
ini akan terus menambahkan tekanan keatas harga dalam ekonomi.
Insentif pajak "preferensial"
adalah salah satu contoh lainnya dari subsidi ekspor. Cina mencoba
mengharmoniskan sistem pajak dan bea cukai yang dijalankan di perusahaan
domestik dan asing. Sebagai hasil, pajak "preferensial" dan kebijakan
bea cukai yang menguntungkan eksportir dalam zona ekonomi spesial dan kota
pelabuhan telah ditargetkan untuk diperbaharui.
Ekspor Cina ke Amerika Serikat sejumlah
$125 miliar pada 2002; ekspor Amerika ke Cina sejumlah $19 miliar. Perbedaan
ini desebabkan utamanya atas fakta bahwa orang Amerika mengonsumsi lebih dari
yang mereka produksi dan orang Cina yang dibayar rendah tidak mampu membeli
produk mahal Amerika. Amerika sendiri membeli lebih dari yang dibuatnya dan
sekalipun rakyat RRC ingin membeli barangan buatan Amerika, mereka tidak dapat
berbuat demikian karena harga barang Amerika terlalu tinggi. Faktor lainnya
adalah pertukaran valuta yang
tidak menguntungkan antara Yuan Cina dan dolar AS yang di"kunci" karena RRC mengikatkannya
kepada kadar tetap 8 renminbi pada 1 dolar. Pada 21 Juli 2005, Bank Rakyat Cina
mengumumkan untuk membolehkan mata uang renminbi ditentukan oleh pasaran, dan
membolehkan kenaikan 0,3% sehari. . Ekspor Cina ke Amerika Serikat meningkat
20% per tahun, lebih cepat dari ekspor AS ke Cina. Dengan penghapusan kuota
tekstil, RRC sudah tentu akan menguasai sebagian besar pasaran baju dunia.
Pada 2003, PDB Cina dari segi purchasing power parity mencapai $6,4
trilyun, menjadi terbesar kedua di dunia. Menggunakan penghitungan konvensional
Cina diurutkan di posisi ke-7. Meski jumlah populasinya sangat besar, ini masih
hanya memberikan PNB rata-rata per orang hanya sekitar $5.000, sekitar 1/7
Amerika Serikat. Laporan pertumbuhan ekonomi resmi untuk 2003 adalah 9,1%.
Diperkirakan oleh CIA
pada 2002 bahwa agrikultur menyumbangkan sebesar 14,5% dari PNB Cina, industri dan konstruksi sekitar
51,7% dan jasa sekitar 33,8%. Pendapatan rata-rata pedesaan sekitar sepertiga
di daerah perkotaan, sebuah perbedaan yang telah melebar di dekade terakhir.
Oleh karena ukurannya yang amat luas dan
budaya
yang amat panjang sejarahnya, RRC mempunyai tradisi sebagai sebuah negara
penguasa ekonomi. Dalam kata Ming Zeng, profesor
pengurus di Shanghai,
Dalam sebagian statistik,
pada pengujung abad ke 16 sekalipun, RRC mempunyai sepertiga PDB. Amerika Serikat
yang gagah pada masa kini hanya mempunyai 20%. Jadi, jika Anda membuat
perbandingan sejarah ini, tiga atau empat ratus tahun terdahulu, Cina tentulah
kuasa terbesar dunia. Percobaan mewujudkan kembali keadaan yang membanggakan ini
sudah tentu adalah salah suatu tujuan orang Cina. Maka tidak
mengherankan fenomena kebanjiran orang bukan Cina dunia yang lain mau
mempelajari Bahasa Cina ini dan kegeraman Amerika dan Barat terhadap Cina
secara umum terjadi pada skenario politik dunia pada hari ini.
Akan tetapi, jurang pengagihan kekayaan di antara
pesisiran pantai dan kawasan pendalaman Cina masih amat besar. Untuk menandingi
keadaan yang berpotensi mengundang bahaya ini, pemerintah melaksanakan strategi
Pembangunan Cina Barat
pada tahun 2000, Pembangunan
Kembali Cina Timur Laut pada tahun 2003, dan Kebangkitan
Kawasan Cina Tengah pada tahun 2004, semuanya bertujuan membantu
kawasan pedalaman Cina turut membangun bersama.
China
merupakan negara yang berkependudukan paling banyak di dunia, jumlah penduduk
pada tahun 2008 diperkirakan sekitar 1.324.655.000. Namun, dengan banyaknya
penduduk tersebut tidak mempengaruhi produk-produk yang diproduksi oleh China.
Hampir dapat dikatakan produk-produk berlabel made in China medominasi pasar
dunia mulai dari sekedar peniti sampai perangkat elektronika canggih
Di saat negara kita sedang berjuang mati-matian
untuk meningkatkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, di lain pihak
Cina justru mengalami tekanan dari dunia agar mau mengambangkan nilai mata
uangnya yang dinilai dipatok terlau rendah. Pematokan nilai yuan yang sudah
dilakukan semenjak tahun 1994 ini diprotes karena dianggap sebagai penyebab
utama miringnya harga produk-produk Cina di pasaran dunia (Sarnianto, 2004).
Kekhawatiran tersebut memang beralasan melihat hampir dapat dikatakan
produk-produk berlabel made in China medominasi pasar dunia mulai dari sekedar
peniti sampai perangkat elektronika canggih.
Banyak faktor yang mendorong perekonomian Cina
sehingga bisa menjadi seperti sekarang ini, dimana dengan pertumbuhan ekonomi
rata-rata diatas 7% setiap tahunnya telah mengantarkan Cina sebagai salah satu
raksasa perekonomian dunia. Faktor nilai tukar mata uang sudah pasti bukanlah
satu-satunya penyebab produk-produk negara dengan populasi terbesar di dunia
ini mampu berjaya menguasai pasar dunia. Hal ini tentu saja dapat dimaklumi
mengingat kalau hanya faktor itu, seharusnya Indonesia juga sudah bisa mengambil
mamfaat dari nilai tukar rupiah yang sangat menyedihkan.
.
Salah satu hal lain yang lebih penting dari itu
adalah faktor apakah yang menyebabkan Cina bisa begitu produktif untuk dapat
menghasilkan produk-produk berkualitas yang sangat diterima oleh pasar dunia.
Negara-negara G-7 saja bahkan secara terang-terangan merangkul Cina yang saat
ini menduduki peringkat keempat dalam perdagangan dunia, di bawah AS, Jerman
dan Jepang untuk mau berbagi dan berbicara dalam forum mereka (Pikiran Rakyat,
2 Oktober 2004). Ternyata selain karena aliran modal asing dan teknologi
tinggi, yang justru sangat menarik dari pengalaman Cina adalah besarnya peran
Usaha Kecil dan Menegah (UKM) dan bisnis swasta daerah yang disebut sebagai
Township and Village Enterprises (TVEs) dalam menopang kekuatan ekspornya.
Peran Penting TVEs Bagi Perekonomian Cina
Peran Penting TVEs Bagi Perekonomian Cina
Sumbangsih TVEs bagi perekonomian Cina memang tidak
bisa disepelekan. TVEs yang semula merupakan perkembangan dari industri
pedesaan yang digalakkan oleh pemerintah Cina. Jika pada tahun 1960 jumlahnya
hanya sekitar 117 ribu, namun semenjak reformasi tahun 1978 jumlahnya mengalami
pertumbuhan spektakuler menjadi 1,52 juta. Apabila dilihat dari sisi penyediaan
lapangan kerja, TVEs di akhir tahun 1990-an telah menampung setengah dari
tenaga kerja di pedesaan Cina.
Walaupun perkembangan TVEs ini sempat mengalami
pasang surut dan tidak merata di seluruh wilayah Cina, namun secara rata-rata
mengalami pertumbuhan yang sangat mengesankan. Produksi dari TVEs meningkat
dengan rata-rata 22,9 persen pada periode 1978-1994. Secara nasional, output
TVEs pada tahun 1994 mencapai 42% dari seluruh produksi nasional. Sedangkan
untuk volume ekspor, TVEs memberikan kontribusi sebesar sepertiga dari volume
total ekspor Cina pada tahun 1990-an (Pamuji, 2004).
Dilihat dari sisi perdagangan secara angka di atas
kertas memang masih terlihat bahwa ekspor kita masih surplus dibanding Cina.
Menurut data yang diperoleh dari Dubes RI di China, bahwa tepatnya sampai
dengan 3 Agustus 2004 dilihat dari sudut pandang perdagangan luar negeri China,
saat ini Indonesia merupakan negara tujuan ekspor urutan ke-17 dengan nilai
2,66 miliar dollar AS atau 1,03 persen dari total ekspor China yang mencapai
nilai 258,21 miliar dollar AS. Indonesia juga menjadi negara asal impor ke-17
bagi China dengan nilai ekspor 3,44 miliar dollar AS (Osa, 2004).
Akan tetapi dalam kenyataan di lapangan tampak
bahwa barang-barang produksi Cina terlihat di mana-mana. Kita tidak menutup
mata bahwa banyak produk dari negeri panda tersebut yang masuk secara ilegal ke
Indonesia sehingga tidak ikut tercatat secara resmi dalam laporan tersebut.
Namun penjelasan dari Ketua Umum Kadin Indonesia Komite Cina, Sharif Cicip
Sutardjo sangat masuk akal. Sebagaimana dikutip dari wawancara dengan Sinar Harapan
dijelaskan bahwa ekspor Indonesia ke Cina memang besar namun sebagian besar
merupakan bahan mentah dengan jumlah item yang sangat sedikit, kurang lebih
hanya 15 item seperti migas, CPO, karet, kayu, dan lain-lain. Sedangkan dari
Cina kita mengimpor ratusan item, mulai dari ampas, hasil pertanian, peralatan
sampai ke motor dan mobil. Sebagian besar perusahaan yang menghasilkan
produk-produk itu semua di Cina hanyalah industri swasta, UKM atau TVEs.
Kenyataan ini sungguh berkebalikan dengan keadaan
UKM kita yang kurang diberdayakan padahal memiliki potensi yang sangat besar.
Jumlah UKM mencakup 99 % dari total seluruh industri di Indonesia dan menyerap
sekitar 56 % dari jumlah total seluruh pekerja Indonesia (Rochman, 2003). Untuk
itu sangat perlu kita lihat upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah
Cina untuk memajukan industri swasta khusunya UKM, mengingat UKM kita juga
sebenarnya punya kemampuan. Hal ini terbukti pada saat krisis moneter justru
sektor UKM yang mampu bertahan.
Usaha Pemerintah Cina yang Dirintis Sejak
Lama
Apa yang sekarang Cina nikmati dari industrinya
terutama TVEs merupakan hasil usaha bertahun-tahun. Pada tahun 1986 dipimpin
oleh State Science and Technology Commission (SSTC) Cina memperkenalkan Torch
Program yang bertujuan untuk mengembangkan penemuan-penemuan dan
penelitian-penelitian oleh universitas dan lembaga riset pemerintah untuk
keperluan komersialisasi. Hasil yang diperoleh kemudian ditindaklanjuti dengan
membuat New Technology Enterprises (NTEs). Selanjutnya SSTC mengembangkan 52
high-tchnology zones yang serupa dengan research park di Amerika dengan
bertumpu pada NTEs tadi (Mufson, 1998). Walaupun NTEs ini bersifat perusahaan
bersakala besar namun kedepannya memiliki peran sebagai basis dalam
pengembangan teknologi untuk industri-industri kecil dan menengah.
Pemerintah Cina kemudian masih dengan SSTC
mengeluarkan kebijakan untuk mendukung TVEs yang disebut sebagai The Spark
Plan. Kebijakan ini terdiri dari 3 kegiatan utama yang berangkaian. Pertama,
memberikan pelatihan bagi 200.000 pemuda desa setiap tahunnya berupa satu atau
dua teknik yang dapat diterapkan di daerahnya. Kegiatan kedua dilakukan dengan
lembaga riset di tingkat pusat dan tingkat provinsi guna membangun peralatan
teknologi yang siap pakai di pedesaan. Dan yang ketiga adalah dengan mendirikan
500 TVEs yang berkualitas sebagai pilot project (Pamuji, 2004).
Pemerintah Cina juga berusaha menempatkan diri
sebagai pelayan dengan menyediakan segala kebutuhan yang diperlukan oleh
industri. Mulai dari hal yang paling essensial dalam memulai sebuah usaha yaitu
birokrasi perizinan yang mudah dan cepat, dimana dalam sebuah artikel dikatakan
bahwa untuk memulai usaha di Cina hanya membutuhkan waktu tunggu selama 40
hari, bandingkan dengan Indonesia yang membutuhkan waktu 151 hari untuk
mengurus perizinan usaha (www.suaramerdeka.com/harian/0503/01/eko07.htm).
Tidak ketinggalan infrastruktur penunjang untuk
memacu ekspor yang disiapkan oleh pemerintah Cina secara serius. Bila pada
tahun 1978 total panjang jalan raya di Cina hanya 89.200 km, maka pada tahun
2002 meningkat tajam menjadi 170.000 km. Untuk pelabuhan, setidaknya saat ini
Cina memiliki 3.800 pelabuhan angkut, 300 di antaranya dapat menerima kapal
berkapasitas 10.000 MT. Sementara untuk keperluan tenaga listrik pada tahun
2001 saja Cina telah mampu menyediakan sebesar 14,78 triliun kwh, dan saat ini
telah dilakukan persiapan untuk membangun PLTA terbesar di dunia yang
direncanakan sudah dapat digunakan pada tahun 2009 (Wangsa, 2005).
SDM Terbaik Sebagai Pengusaha
Dalam hal SDM untuk dunia usaha Cina juga tidak
tanggung-tanggung dalam mengarahkan orang-orang terbaiknya untuk menjadi
pengusaha yang handal. Sejak tahun 1990-an, Cina telah mengirimkan ribuan
tenaga mudanya yang terbaik untuk belajar ke beberapa universitas terbaik di
Amerika Serikat, seperti Harvard, Stanford, dan MIT. Di Harvard saja, Cina
telah mengirimkan ribuan mahasiswanya untuk mempelajari sistem ekonomi terbuka
dan kebijakan pemerintahan barat, walaupun Cina masih menerapkan sistim ekonomi
yang relatif tertutup. Sebagai hasilnya, Cina saat ini telah memiliki jaringan
perdagangan yang sangat mantap dengan Amerika, bahkan memperoleh status sebagai
The Most Prefered Trading Partner (Kardono, 2001).
Pemerintah Cina juga membujuk para overseas Chinese
scholars and professionals, terutama yang sedang dan pernah bekerja di
pusat-pusat riset dan MNCs di bidang teknologi di seluruh penjuru dunia untuk
mau pulang kampung dan membuka perusahaan baru di Cina. Mantan-mantan tenaga
ahli dari Silicon Valley dan IBM ini misalnya, diharapkan nantinya juga akan
dapat mempermudah pembukaan jaringan usaha dengan MNCs ex-employer lainnya yang
tersebar di seluruh dunia
Komentar
Posting Komentar