Sistem pengukuran kinerja sektor
publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik
menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan
non-finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat
pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan
menetapkan reward and punishment system.
Secara umum kinerja dapat didefinisikan sebagai
prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Untuk
mengetahui keberhasilan atau kegagalan organisasi
tersebut, dapat diukur melalui output atau manfaat program yang
dilaksanakan.
Menurut Larry D Stout (1993)
dalam Performance Meassurement Guide menyatakan bahwa :
“Pengukuran / penilaian kinerja merupakan proses
mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah
pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa
ataupun suatu proses.”
Sedangkan
menurut James B Whittaker dalam Government and Result Act, A Mandate
for Strategic Planning and Performance Measurement mnyatakan bahwa :
“Pengukuran /penilaian kinerja adalah suatu alat
manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
akuntabilitas.”
Jadi, pengukuran kinerja
sektor publik suatu proses penilaian kemajuan
pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya,
termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, hasil kegiatan
dibandingkan dengan maksud yang diinginkan, dan efektivitas tindakan
dalam mencapai tujuan, visi dan misi organsisasi.
Ada beberapa elemen pokok dalam suatu pengukuran
kinerja, yaitu
1. Menetapkan
tujuan, sasaran, dan strategi organisasi. Tujuan adalah pernyataan
secara umum tentang apa yang ingin dicapai organisasi. Sasaran merupakan
tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan
disertai batasan waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau teknik yang
digunakan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran.
2. Merumuskan
indikator dan ukuran kinerja. Indikator kinerja
mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang
sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja
mengacu pada penilaian kinerja secara langsung.
3. Mengukur tingkat ketercapaian
tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.
Jika
kita sudah mempunyai indicator dan ukuran kinerja yang jelas, maka
pengukuran kinerja bias diimplementasikan. Mengukur tingkat ketercapaian
tujuan, sasaran dan strategi adalah membandingkan hasil actual dengan
indicator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan.
4. Evaluasikinerja.
Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada
penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai
organisasi. Informasi capaian kinerja dapat dijadikan:
a.Feedback
Hasil
pengukuran terhadap capaian kinerjaa dijadikan dasar bagi manajemen
atau pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja pada periode
berikutnya. Bias dijadikan landasan pemberian reward and punishment
terhadap manajer dana anggota organisasi.
b.Penilaian
kemajuan organisasi
Pengukuran kinerja yang
dilakukan setiap periode waktu tertentu sangat bermanfaat
untuk menilai kemajuan yang elah dicapai organisasi.
c.Meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja menghasilkan
informasi yang sangat bermanfaat untuk pengambilan keputusan manajemen
maupun stakeholders.
2.1.2 Manfaat dan Tujuan
Pengukuran kinerja merupakan salah satu alat
pencapaian kinerja. Maka untuk dapat mencapai kinerja yang baik
diperlukan tujuan yang jelas. Bila dilakukan secara berkesinambungan
pengukuran kinerja akan memberikan umpan balik sehingga upaya perbaikan
yang terus menerus akan mencapai keberhasilan yang perusahaan inginkan
untuk kedepannya. Seperti yang dikemukakan oleh Mardiasmo dalam
bukunya Akuntansi Sektor Publik, bahwa:
“Manfaat pengukuran kinerja sektor publik dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Memberikan pemahaman mengenai
ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja
manajemen.
b. Memberikan
arah untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan.
c. Untuk
memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannnya dengan
target kinerja serta serta melakukan tindakan korektif untuk
memperbaiki kinerja.
d.
Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara objektif
atas pencapaian yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang
telah disepakati.
e.
Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka
memperbaiki kinerja organisasi.
f. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan
pelanggan telah terpenuhi
g. Membantu memahami proses kegiatan instansi
pemerintah.
h.
Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.”
Tujuan lainnya adalah jika
dilakukan secara terus-menerus dapat menjadi umpan balik untuk upaya
perbaikan dan pencapaian tujuan di masa mendatang.
2.1.3 Informasi yang Digunakan
Informasi mengenai kinerja sangat penting dalam
rangka menciptakan good governance. Informasi kinerja tersebut
diorientasikan sebagai pedoman bukan sebagai alat
pengendalian. Indikator kinerja memiliki peran penting
sebagai proses pembentukan organisasi pembelajar (learning
organization). Jika organisasi terus menerus belajar bagaimana
memperbaiki kinerja, meningkatkan kepuasan pelanggan dan mencapai
target, maka indikator kinerja akan bersifat mendorong dan memotivasi
dalam cara yang positif.
Informasi
yang digunakan antara lain adalah informasi finansial dan informasi non
finansial.
2.1.4 Indikator Kerja dan Ukuran Kerja
Indikator kinerja
adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan
memperhitungkan elemen indikator yang terdiri dari :
- Indikator masukan (Input)
Indikator masukan adalah
segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan
untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber
daya manusia, informasi dan sebagainya.
- Indikator keluaran (output)
Indikator keluaran adalah
sesutau yang diharapkan langsung tercapai dari suatu kegiatan yang
dapata berupa fisik maupun nonfisik.
- Indikator hasil (outcome)
Indikator hasil adalah
segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan.
- Indikator manfaat (benefits)
Indikator manfaat adalah
sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.
- Indikator dampak (impacts).
Indikator dampak adalah pengaruh yang
ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap indikator yang telah ditetapkan.
Pengukuran
kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target
tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Jadi
pengukuran kinerja harus berbasis pada strategi organisasi. Pemilihan
indikator dan ukuran kinerja dan penetapan target untuk setiap ukuran
ini merupakan upaya konkret dalam memformulasikan tujuan strategis
organisasi sehingga lebih terwujud dan terukur. Pengukuran kinerja juga
harus didasarkan pada karakteristik operasional organisasi. Hal ini
terutama diperlukan untuk mendefinisikan indikator dan ukuran kinerja
yang digunakan.
Penerapan
skema indikator kinerja perlu adanya artikulasi dari tujuan, visi,
misi, sasaran dan hasil program yang dapat diukur dan jelas manfaatnya. Karena
akurasi keputusan dapat dihasilkan dengan dukungan informasi yang baik.
Dengan adanya pengukuran kinerja sektor publik memberikan manfaat yang
pasti terhadap jalannya kinerja pemerintah.
Monitoring dan review terhadap indikator kinerja
harus terus dilakukan sebagai bagian dari upaya menciptakan kultur
perbaikan kinerja secara berkelanjutan. Review secara rutin
terhadap indikator kinerja bertujuan untuk menguji validitas dan
keandalan indikator yang dibuat agar dapat menyesuaikan perubahan
kebutuhan layanan sehingga dalam jangka panjang menghasilkan ukuran
kinerja yang lebih baik dan efektif.
Menurut Mahmudi dalam
bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik menyatakan
karekteristik indikator kinerja sebagai berikut:
1. Sederhana dan mudah dipahami,
2 . Dapat diukur,
3.
Dapat dikualifikasikan, misalnya dalam bentuk rasio persentase dan
angka,
4. Diakitkan dengan standar atau target
kinerja,
5 . Berfokus pada costumer
service, kualitas dan efisiensi,
6.
Dikaji secara teratur.
2.2 Perbedaan Pengukuran Kinerja Sektor Publik dan Sektor Bisnis
Pengukuran kinerja pada organisasi bisnis
lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan organisasi sektor
publik. Pada organisasi bisnis, kinerja penyelenggaranya
dapat dilakukan dengan cara misalnya melihat tingkat laba yang berhasil
diperolehnya.
Pada organisasi sektor publik,
pengukuran keberhasilannya lebih kompleks, karena hal-hal yang dapat
diukur lebih beraneka ragam dan kadang- adang bersifat abstrak sehingga
pengukuran tidak bisa dilakukan hanya dengan menggunakan satu variabel
saja.
Selama ini pengukuran kinerja
suatu instansi pemerintah lebih ditekankan pada kemampuan instansi
tersebut dalam menyerap anggaran. Suatu instansi akan dinyatakan
berhasil jika dapat menyerap anggaran pemerintah seratus
persen, meskipun hasil yang dicapai serta dampaknya masih berada jauh
dari standar mutu. Sehingga pengukuran kinerja sektor publik menjadi
sulit dan kompleks untuk disusun.
2.2.1 Kendala dalam Pengukuran
Kinerja Organisasi Sektor Publik
Ada beberapa
kendala pengukuran kinerja organisasi sektor publik antara lain:
- Kinerja organisasi sektor publik tidak bisa dinilai hanya berdasar rasio-rasio keuangan, karena tujuan organisasi bukan memaksimalkan laba
- Output berupa pelayanan biasanya bersifat kualitatif, intangible dan indirect sehingga sulit diukur
- Antara input dan output tidak mempunyai hubungan secara langsung (discretionary cost center ) karena sulitnya menetapkan standar sebagai tolok ukur produktivitas.
- Tidak beroperasi berdasarkan market forces sehingga tidak ada pembanding yang independen dan memerlukan instrumen pengganti mekanisme pasar dalam mengukur kinerja
- Mengukur kepuasan masyarakat yang heterogen dari jasa pelayanan organisasi sektor publik tidak mudah dilakukan
Fungsi
pengukuran kinerja organisasi sektor publik adalah sebagai berikut:
1. Transparency, yaitu organisasi dapat membuat dengan jelas produk apa yang
mereka tawarkan, bagaimana analisis input- outputnya, termasuk
biayanya
2. Learnin, yaitu organisasi menjadi selangkah lebih maju jika dia
menggunakan pengukuran kinerja untuk belajar, transparansi yang
diciptakan mengajarkan pada organisasi apa kebaikan-kebaikan yang
dimiliki dan di mana kemungkinan pengembangannya.
3. Appraising,
yaitu kinerja berbasis penilaian dapat dikatakan sebagai berfungsinya
organisasi
4. Sanctioning, yaitu
penilaian dapat diikuti dengan sanksi positif jika ternyata kinerjanya
bagus, dan sanksi negatif jika kinerjanya buruk
Ide pokok pengukuran
kinerja adalah organisasi publik memformulasikan kinerja yang
dipertimbangkan dan membuat indikasi bagaimana kinerja ini dapat diukur,
dengan menetapkan indikator kinerja. Kinerja pemerintahan sulit untuk
diukur disebabkan outcome sebagai dampak akhir sangat tergantung
pada banyak faktor. Yang dapat diukur kemudian adalah dampak yang
langsung (output).
Prosesnya adalah sebagai berikut: produksi dan
layanan didefinisikan, organisasi menetapkan target produksi, out put
diukur dan hasilnya dilaporkan secara berkala. pengukuran kinerja
sangat penting dilakukan oleh oganisasi publik karena: dapat membantu
meningkatkan kualitas alokasi sumberdaya dan keputusan manajerial lain,
dapat memfasilitasi manajemen berdasarkan fakta untuk masa depan dengan
menyediakan fokus dasar untuk merencanakan, memonitor dan melakukan
kontrol terhadap perencanaan.
2.3 Sistem Pengukuran Kinerja
Sistem pengukuran kinerja merupakan suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian
suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Dalam suatu
sistem manajemen strategi, pengukuran kinerja berfungsi sebagai alat
penilai apakah strategi yang sudah ditetapkan telah berhasil dicapai.
Dari hasil pengukuran kinerja dilakukan feedback sehingga tercipta
sistem pengukuran kinerja yang mampu memperbaiki kinerja organisasi
secara berkelanjutan.
Menurut Mardiasmo, sistem pengukuran kinerja sektor publik
adalah suatu sistem yang bertujuan
untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial.
Sistem pengukuran kinerja dapat
dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran
kinerja diperkuat dengan menetapkan reward
and punishment system. Sistem pengukuran kinerja meliputi :
1. Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis adalah proses
sistematik yang ditujukan untuk menghasilkan tindakan dan
keputusan-keputusan mendasar sebagai pedoman dan panduan organisasi
dalam menjawab pertanyaan apa yang harus dilakukan dan mengapa melakukan
aktivitas tertentu. Proses perencanaan strategis ini membutuhkan
informasi yang kompleks, luas, dan komprehensif dengan lebih menekankan
pada implikasi-implikasi di masa datang.
2. Penyusunan Program
Penyusunan program adalah proses pembuatan
keputusan mengenai program-program yang akan dilaksanakan organisasi dan
taksiran jumlah sumber-sumber yang akan dialokasikan untuk setiap
program tersebut. Penyusunan program
meliputi tiga kegiatan utama, yaitu
1. Analisis usukan program baru
2. Penelaahan program
yang sedang berjalan
3. Penyusunan sistem koordinasi program secara
terpisah
3. Penyusunan Anggaran
Tahap penyusunan
anggaran ini adalah tahap yang sangat penting karena anggaran yang tidak
efektif dan tidak berorientasi pada kinerja justru bisa menggagalkan
program-program yang telah disusun sebelumnya.
2.3.1 Pengukuran Kinerja
sebagai Subsistem Pengendalian Manajemen
Tipe
pengendalian manajemen dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
•
Pengendalian preventif
Berkaitan
dengan perumusan strategi dan perencanaan strategic yang dijabarkan
dalam bentuk program-program.
• Pengendalian
operasional
Berhubungan dengan pengawasan
pelaksanaan program yang telah ditetapkan melalui anggaran.
• Pengendalian
kinerja
Terkait dengan evaluasi
kinerja berdasarkan tolok ukur kinerja yang telah ditetapkan.
Struktur Pengendalian Manajemen
Struktur Pengendalian Manajemen
- Sistem pengendalian manajemen harus didukung dengan struktur organisasi yang baik. Struktur organisasi termanifestasi dalam bentuk struktur pusat pertanggungjawaban. Pusat pertanggungjawaban adalah unit organisasi yang dipimpin oleh manajer yang bertanggungjawab terhadap aktivitas pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya.
- Hubungan antara Pusat Pertanggungjawaban dengan Pengendalian Anggaran Organisasi sektor publik seperti pemerintah daerah dapat dianggap sebagai pusat pertanggungjawaban. Manajer pusat sebagai budget holder memiliki tanggungjawa untuk melaksanakan anggaran. Pengendalian anggaran meliputi pengukuran terhadap output dan belanja yang riil dilakukan dibandingkan dengan anggaran.
- Proses Pengendalian Manajemen
Proses pengendalian manajemen pada
organisasi sektor publik dapat dilakukan dengan saluran komunikasi
formal maupun informal. Saluran komunikasi formal mencakup aktivitas
formal organisasi yang meliputi:
a. perumusan strategi,
merupakan proses penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, target, dan
kebijakan serta strategi organisasi.
b. Perencanaan
strategi, adalah proses penentuan program-program, aktivitas atau
proyek yang akan dilakukan oleh suatu organisasi dan penentuan jumlah
alokasi sumber daya yang akan dibutuhkan.
2.4 Teknologi Pengukuran Kinerja
2.4.1
Balance Scorecard
Ada beberapa alat
dalam pengukuran kinerja, salah satunya dengan menggunakan Balance
Scorecard (BSC). Di dalam BSC, terdapat 4 perspektif yang di nilai,
yaitu
- Perspektif Keuangan (Financial)
Memberikan penilaian terhadap target
keuangan yang dicapai oleh organisasi dalam mewujudkan visinya.
- Perspektif konsumen (Customer)
Memberikan penilaian terhadap segmen pasar
yang dituju dan tuntutan customer beserta tuntutan kebutuhan yang
dilayani oleh organisasi dalam upaya untuk mencapai target keuangan
tertentu.
- Perspektif Proses Bisnis/Intern
Memberikan penilaian gambaran proses yang
harus dibangun untuk melayani customer dan untuk mencapai target
keuangan tertentu.
- Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (growth and learn)
Memberikan penilaian yang merupakan pemacu
kompetisi personal, prasarana sistem informasi dan suasana lingkungan
kerja untuk mencapai target keuangan, customer, dan proses bisnis
intern.
2.4.2 Valuey for
Money
Value
for money merupakan konsep pengelolaan
organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu:
ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
Ekonomi
adalah pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu
pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan
input value yang dinyatakan dalam satuan moneter.
Efisiensi adalah pencapaian output
yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input
yang rendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi
merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar
kinerja atau target yang telah ditetapkan.
Efektivitas adalah tingkat
pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana
efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output.
Efisiensi merupakan salah satu bagian indikator
kinerja valuey for money yang dapat diukur dengan output dan input. Di
mana semakin besar rasio tersebut maka semakin efisien suatu organisasi
dan bersifat relatif. Efektivitas adalah keberhasilan dalam mencapai
tujuan. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuannya, maka
organisasi itu berjalan secara efektif. Sedangkan ekonomis hanya
menekankan kepada input.
Manfaat implementasi konsep Value For Money pada
organisasi sektor publik antara lain:
- Meningkatkan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran
- Meningkatkan mutu pelayanan publik;
- Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan
- terjadinya penghematan dalam penggunaan input;
- Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik; dan
- Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public cost awareness) sabagai akar pelaksanaan Akuntabilitas Publik
2.5 Laporan Akuntanbilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP)
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, ada kewajiban setiap instansi
pemerintah untuk menyusun dan melaporkan Penskemaan Strategi tentang
program-progran utama yang akan dicapai selama satu sampai lima tahun,
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing instansi dan
jajarannya.
LAKIP tersebut sama
sekali tidak menyinggung mengenai pelaporan keuangan instansi yang
seharusnya menjadi dasar penyusunan pendanaan. Adapun penanggung jawab
LAKIP adalah pejabat yang secara fungsional bertanggung jawab di instansi
masing-masing. Selanjutnya, pimpinan harus bisa mem-pertanggungjawabkan dan menjelaskan
keberhasilan/kegagalan tingkat kinerja yang dicapai.
LAKIP bersifat rutin dan diseragamkan dengan maksud agar dapat
dibandingkan atau dapat mengevaluasi kinerja secara
memadai.
Komentar
Posting Komentar